Lave melepas sepatu, meletakkan tas dan berjalan menuju dapur, kamar mandi bahkan mengelilingi rumah
"kok gada yang jawab? Pasti Kak Febi belom pulang, hmm"
Lave mengambil tas nya dan berjalan kekamarnya, dia duduk diatas tempat tidurnya dan mulai mengeluarkan selembar kertas yang ternyata penuh dengan tanda tangan. Rupanya, begitulah cara Lave dan teman sekelasnya menutup masa putih abu-abunya. Saling memberi tanda tangan satu sama lain diatas kertas bewarna putih.
Lave membuka laci meja teratas di dekat tempat tidurnya lalu mengambil frame persegi panjang bewarna hitam. Dia mulai mengukur dan menggunting kertas dari buku gambarnya agar muat ketika dimasukkan kedalam frame hitam miliknya.
"Nah, gini kan ciamik !" sahut Lave sembari menyapu poni rambut yang sudah lengket bersama keringat didahi nya dan kemudian mengangkat frame hitamnya yang kini sudah berisi kertas tanda tangan.
Lave meletakkan frame itu dimeja, meja yang biasa dia pake untuk belajar ujian-menggambar-menulis-bahkan melamun, meja yang menghadap keluar ruangan, meja yang selalu berhasil menangkap cahaya sang mentari.
"assalamualaikum"
"Ve?"
Dirasa tidak ada yang membalas salamnya, Kak Febi memutuskan untuk langsung masuk kekamar adiknya ini.
"Kamu melamun, Ve?" ucap Kak Febi sambil berbisik ke telinga Lave, jail sekali.
Lave menengok kesamping kanan sambil menghela nafas lalu melompat ke tempat tidur mendekati Kakaknya "Kak Febi suka gitu yaa, geli tau kak dibisik2in ke telinga, sini cobak Kakak aku bisikin siniii" kata Lave sambil mencoba berbisik ke telinga kakaknya tp tak pernah berhasil karena emang kakaknya tidak pernah merasa geli ketika dibisikin, hahaha malah Lave yang kegelian sendiri.
"Gimana tadi hari terakhir disekolah ?" tanya Kak Febi mengakhiri tingkah Lave yang masih terus mencoba membuat Kakaknya geli dg bisikannya.
"Hmm, panjaang kaakkk, tapi lengkap, ada sedihnya ada senengnya" jawab Lave sambil tiba-tiba terdiam duduk diatas tempat tidur, pas disamping kakaknya.
"Kakak mau denger yg senengnya dulu deh, cerita gih"
Lalu dengan segera Kak Febi berjalan menuju dapur, mengambil cangkir dan air panas, mengaduk2 teh hangatnya. Disamping Kak Febi sudah ada Lave yang terus bercerita tentang hari terakhirnya disekolah.
"Jadi seru banget kak, kita satu-satu gantian kasih tanda tangan ke masing2 kertas temen2, trus aku juga tadi kasih tanda tangan kesemua temen sekelas aku"
"Oh ya, kamu tanda tanganin semua kertas temen2 kamu? Gak pegel tangan kamu dek?" sahut Kak Febi ngeledek.
"Gak dong, kan hari terakhir, perpisahan!" jawab Lave mantap.
Kak Febi berjalan menuju halaman depan rumah, lebih tepatnya dia berjalan ke tempat pot-pot bunga didepan kamar Lave, pas didepan jendela kamar yang ada meja dan penghuni baru, frame hitam penuh tanda tangan.
"Pokoknya seneng deh kak ini tadi, dan ternyata temen aku ada yg belom punya tanda tangan hahaha, jadinya diledekin orang sekelas trus dia cuman kasih nama doang dimasing-masing kertasnya, lucu banget sumpah kan udah SMA ya masak gak bisa tanda tangan hahaha"
Kak Febi sangat mendengarkan cerita Lave bahkan sesekali Kak Febi melempar senyum bahkan tertawa ketika didapati lelucon dicerita Lave.
"Kayaknya gada cerita sedihnya ya dek? Kamu dan temen sekelasmu tampaknya seneng2 aja" tanya Kak Febi
"Sedihnya, aku harus berpisah sama temen-temen aku Kak Feb :( "
Kak Febi menyeka rambut Lave yang tertiup angin dan menutupi wajah mungilnya. "Kan nantik tetep bisa reuni, masih tetep bisa ketemu, bisa janjian juga pas sama-sama gak sibuk. Tenang"
"Trus ada 1 hal lagi yang bikin aku sedih, bingung, campur aduk deh pokoknya kak"
"Apalagi tuuhhh ?" tanya Kak Febi sembari menyiram bunga yang ada di pot-pot kesayangannya. Ya benar, Kak Febi memang pecinta bunga. Dia punya berbagai macam bunga-bunga an, bahkan dia sangat rajin menyiram dan menjemur bunga-bunga nya.
"Aku tuh khawatir kak, khawatir gabisa masuk kampus yang aku pengen, khawatir kalo nanti uang mama papa gak cukup buat aku masuk kampus nya, khawatir kalo nanti temen-temen dikampus gk sama kayak temen2 di SMA, belom lagi misal nanti aku gak ketrima dikampus yang aku pengenin, aku gatau harus ngapain atau daftar kekampus mana lagi" muka Lave berubah menjadi sangat bingung dan lebih tepatnya sedih, tak seperti beberapa saat yang lalu.
"Dek, kamu tunggu sini ya. Liatin bunga-bunga Kak Febi, atau kamu juga boleh liat kebawah sana, pokoknya tunggu sini bentar"
"Emang kak febi mau kemana? sahut Lave
"Mau kasih makan Ucing bentar"
Ucing adalah kucing milik Kak Febi dan Lave yang ditaruh kandang jika gak ada orang dirumah.
Kak Febi pun berjalan kebelakang rumah menuju kandang Ucing.
Lave sendiri, masih berdiri didepan rumah, didepan pot-pot bunga milik Kak Febi dan sesekali dia melihat ke jalanan bawah rumah mereka. Beruntung sekali merekka tinggal dilantai 2.
Beberapa saat kemudian Kak Febi menghampiri Lave.
"Gimana dek, masih bingung? masih sedih?"
"Masih, kan dari tadi aku nunggu jawaban kakak"
"Hmm jadi gini" Kak Febi merangkul Lave dengan tangannya dan menariknya mendekat ke pot-pot bunga miliknya "Kamu tau gk dek, bunga-bunga ini bisa cantik-cantik gini siapa yang dandanin?"
Lave melihat dalam ke mata Kak Febi dan menjawab dengan ragu "Tuhan ? "
"iyaa, Tuhan. Dan bunga-bunga ini gak pernah khawatir karena mereka tau kalo Tuhan gk akan lupa dandanin mereka"
"Sekarang coba jawab, siapa yang kasih makan hewan-hewan diluar sana? seperti burung diudara bebas-ikan dilaut-singa dihutan, dkk?"
"Tuhan, kak"
"Iyaaa. Dan hewan-hewan itu gak pernah khawatir mereka bakal kehabisan makan kan dek? Karena mereka tau, Tuhan yang pelihara mereka"
"Kak Febi, Plis deh itu kan hewan dan tumbuhan, beda dong sama kita yg manusia, tingkat khawatir dan pemikirannya juga pasti beda"
"Hmm oke, ayo ikut kakak"
Kak febi berjalan lebih dulu lalu Lave mengikutinya dari belakang.
"Kamu liat adek kecil yang lagi belajar renang itu?" tunjuk Kak Febi ke bawah rumah mereka.
Beruntung sekali belakang rumah Kak Febi dan Lave adalah kolam renang umum, mereka sering melihat birunya air dari dalam rumah.
"Iya liat. Kenapa kak?"
"Sebenernya adek itu takut, takut hidungnya kemasukkan air, takut tangannya dilepas sama orang tuanya trus dia tenggelam, takut sama orang2 asing juga" Kak Febi menatap Lave, memastikan Lave mengerti yang dia maksudkan. "Tapi apa? adek itu tetep pegang tangan orang tua nya, dan tetep percaya sama orang tuanya kalo dia gak bakal dilepas bahkan jika harus tenggelam karena gk sengaja, pasti adek itu akan segera diangkat keluar dr air sama orang tua nya. Tugas adek itu cuman ngepak2in kaki dan belajar renang, adaptasi sama air, sisanya serahin ke orang tuanya, mau bayar masuk kolam renang, baju yang dipake belajar renang, sampe rasa khawatirnya semua dipercayakan ke orang tuanya"
Lave mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Sekarang kamu, lakukan yang terbaik yang udah jadi bagianmu. Selebihnya, entah uang entah khawatir mu semua serahkan ke orang tua dan terlebih serahkan sama Tuhan. Belajar yang pinter biar bisa masuk kampus keinginanmu" Kak Febi memandang Lave lalu memegang wajah Lave dengan kedua tangannya "Ngerti kaan sekarang harus apa?"
Lave mengangguk dan tersenyum lalu mereka tertawa bersama-sama hahaha.
Rasa khawatir itu boleh ada, tapi rasa yakinmu harus lebih besar!
-by_aldianmey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar