Adilkah Perasaan Ini?
“Kamu emang gak pernah ada buat aku !” ucapku pada Alvin. “Kamu yang gak pernah ngerti kesibukkanku. Kamu egois !” sahut Alvin.
“Kamu emang gak pernah ada buat aku !” ucapku pada Alvin. “Kamu yang gak pernah ngerti kesibukkanku. Kamu egois !” sahut Alvin.
“Kita
emang gak pernah sejalan, dan gak mungkin bisa sejalan. Lebih baik mulai
sekarang kita jalan sendiri-sendiri aja. Maafin aku vin” selekas itu juga aku
pergi dari hadapan Alvin.
“Jadi
maksudmu kita putus ?” tanya Alvin saat aku mulai membalikkan posisi tubuhku.
“Mungkin memang itu
jalan satu-satunya. Maafin aku vin, makasih buat semuanya” jawabku sambil
melangkahkan kaki menjauh dari Alvin. Sedangkan Alvin, hanya diam ditempat,
seakan merelakanku pergi. Mulai saat itu lembaran bukuku bersama Alvin
tertutup. Kisah cinta yang kami rajut hampir 2 tahun berakhir begitu saja.
Miris! Walau sebenarnya aku masih mengharapkan kehadirannya disetiap helai
nafasku.
oOo
Hari ini aku masuk sekolah. Dulu
masih ada sms yang selalu membangunkanku. Namun, mulai saat ini aku harus
terbiasa dengan suara alarm handphone.
“Deb,
aku sama Alvin putus” kataku sesampainya dikelas. “Serius
Jes ?” tanya Debi. “Iya deb serius, kemarin sore aku sama Alvin putusnya”
ucapku sambil menahan setiap tetes air mata yang mulai menerjang keluar. “Kenapa
harus putus sih Jes ?” tanya Debi.
“Kami
yang terlalu sibuk dengan dunia kami sendiri, dan kami yang terlalu egois
dengan diri kami sendiri. Itu yang membuat kami tak lagi bisa bersama Deb”
jelasku pada Debi. “Sabar
Jessica, kalo jodoh pasti kembali, pasti bertemu. Sabar ya” ucap Debi seraya
memelukku. “Makasih Deb” sahutku dengan mengusap setiap airmata yang jatuh
menghujani pipiku. Aku memang harus terbiasa dengan keadaan
ini, mau gak mau. Alvin udah pergi dari lembar hidupku. Dan telah menjadi orang
lain untukku. Bahkan mustahil untuk kembali bersama-sama seperti dulu lagi.
oOo
Belum genap satu
bulan kami putus. Alvin udah menggandeng tangan cewek barunya. Sedangkan aku?
Aku masih terpuruk dengan masa lalu ini. Dan aku mulai berharap yang tak
seharusnya kuharapkan. Aku berharap Alvin kembali kepadaku..
“Mbak
pesan jus melon satu ya” ucapku pada pelayan toko
“Iya
mbak” sahut pelayan toko itu. Aku pergi ke tempat dimana biasanya aku dan Alvin
pergi. Dan aku duduk dimana biasanya aku duduk bersama Alvin. Aku mulai
mengingat semua masa lalu ku saat bersamanya. Tiba-tiba sosok Alvin lewat
didepan toko itu bersama cewek barunya, mereka berjalan menuju selatan toko
itu. Kulihat bagaimana Alvin memeluk cewek itu, begitu hangat. Sehangat Alvin
memelukku dulu. Kupandang bagaimana jemari Alvin menggandeng jemari cewek itu,
begitu erat. Seerat Alvin menggandeng tanganku dulu. Semakin kupandangi mereka,
semakin deras airmata ini mengalir. Sepulang dari toko itu, aku menyusuri jalan
yang biasanya ku lewati bersama Alvin. Hanya saja, saat ini aku hanya berjalan
sendiri. Ya, berjalan tanpa Alvin.
Apakah aku salah telah memutuskan mu Vin ? Tanyaku ditengah-tengah derasnya airmata.
oOo
Masih
sangat jelas bayangan Alvin terlihat disetiap hari-hariku. Masih terdengar
sangat tajam, setiap tawa dan suara Alvin. Namun, semakin aku memperjelas
bayangan itu, semakin aku mempertajam suara itu. Semakin sakit pula kenyataan
yang harus ku terima. Bahkan disetiap malamku, aku masih terus merindukannya.
Walau ku tau, dia tak akan pernah merindukanku. Aku masih terus menunggunya,
terus menunggu dan memikirkannya. Meski hal ini hanya ku lakukan sepihak.
Tepat hari ini, seharusnya aku dan Alvin
merayakan anniv ke 2 tahun. Namun apa boleh buat? Tak ada yang harus dirayakan,
karena memang kisah itu telah berakhir. Aku mencoba mengingatkan kepada Alvin
akan hari ini melalui sms. Namun, benar dugaanku. Alvin memang telah
melupakanku. Sejak saat itu, aku mencoba hidup tanpa bayangan Alvin, tanpa
jerit suara Alvin. Mencoba menelan mentah-mentah kenyataan yang ada ini.
oOo
“Jes,
Jessica. Si Alvin udah putus sama Clara tuh” ucap Debi.
“Loh
iya Deb ?” tanyaku sedikit gembira dan sejuta harapan.
“Iya Jessica, serius
deh” jawab Debi sambil memberikan senyum padaku. Aku memang bahagia saat
mendengar hal itu. Namun buat apa aku bahagia kalau Alvin tak menjadi miliku
lagi. “Ah
sudahlah Deb, aku gak berhak ikut campur” ucapku pada Debi. “Lho, kamu kok tiba-tiba aneh sih Jes
?” tanya Debi
“Kamu
aneh deh Jess, terserah kamu aja deh” sahut Debi yang selekas itu membungkam mulutku. Sempat
memang terlintas dipikiranku, untuk mengisi kembali hati Alvin. Namun setelah
ku pikir, akan sia-sia jika aku bisa bersama Alvin lagi, tapi aku dan dia tak
ada yang berubah. Kisah cintaku tak akan jauh beda dari yang dulu. Aku
memutuskan untuk menjadi temannya saja, aku tak ingin kejadian yang dulu
terulang kembali untuk kedua kalinya bahkan dengan orang yang sama. “Siang Jess, jess besok pulang sekolah aku
pengen kita ketemu. Aku tunggu kamu digerbang samping sekolah ya” tiba-tiba
sms Alvin muncul di handphone ku. Aku pun tak ada niat untuk membalas smsnya,
aku hanya ingin langsung bertemu dengannya besok. oOo
Ketika
pulang sekolah, aku langsung berjalan menuju gerbang samping sekolah. Kulihat
telah ada Alvin disana. Akupun sesegera mungkin berjalan mendekatinya.
“Haloo
Jess” ucap Alvin mengawali pembicaraan
“Haloo
Vin” sahutku
“Jess,
sebenarnya aku masih sayang sama kamu. Aku udah coba buat sayang sama orang
lain. Tapi sia-sia. Rasa sayangku masih terlalu besar untukmu. Kamu mau kan
kalo misalnya kita pacaran lagi ?” kataAlvin “Vin,
maaf sebelumnya. Bukannya aku gak mau. Tapi menurutku, status itu gak penting.
Kalo kamu emang sayang sama aku, cinta sama aku. Kamu bahagiain aku, aku
bahagiain kamu. Gitu aja udah cukup buat aku seneng kok. Daripada kita
berstatus pacaran, tapi kita malah kayak orang yang gak pacaran. Daripada kita
pacaran, tapi sering ngerasa gak punya pacar, dan masih sering ngerasa
kesepian” jelasku padaAlvin. “Aku
mau buat kamu seneng, aku mau buat kamu bahagia. Karena aku emang sayang dan
bener-bener cinta sama kamu. Aku janji Jess” kata Alvin sambil memegang erat
kedua tanganku. Bahkan lebih erat dari gandengannya dulu.
“Makasih vin” ucapku
serayamemeluk tubuh Alvin.
Sejak saat
itu kami benar-benar bahagia. Tak ada lagi kata ‘tak sejalan’, tak ada lagi
kata ‘harus berakhir’. Karena memang kami tak memulai, dan tak seharusnya kami
mengakhiri.
Tak selamanya berstatus itu indah, dan tak
selamanya juga berstatus itu harus terus tersakiti. Bagaimana kamu menanggapi
dan menjalani, itu yang akan menentukan kamu bahagia atau bahkan justru
tersakiti – 25 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar